Sabtu, 12 Mei 2012


Lebih Mengenal dan Tahu tentang Provinsi DI Aceh (Indonesia)

Ibu kota Aceh ialah Banda Aceh (dahulu Koetaradja)
Hari jadi 7 Desember 1959
Peta Nanggroe Aceh Darussalam
    Aceh yang pada awalnya digelar oleh Panglima Meurah Johansyah disebut Atjih/Aceh Darussalam (1205-1959) selanjutnya pernah disebut dengan nama Daerah Istimewa Aceh (1959-2001) dan Nanggroe Aceh Darussalam (2001-2009) dan menjadi provinsi Aceh(2009-sekarang)adalah provinsi paling barat di Indonesia. Aceh memiliki otonomi yang diatur tersendiri, berbeda dengan kebanyakan provinsi lain di Indonesia, karena alasan sejarah. Daerah ini berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatera Utara di sebelah tenggara dan selatan.

Moto: "Pancacita"
(dari bahasa Sanskerta yang artinya "Lima cita-cita")
Luas : Total 58.375,63 km2 
Kepadatan : 77/ km2
Demografi
-Suku bangsa : Aceh,Gayo, aneuk jamee, Singil, Alas, Tamiang, Jawa, Kluet, Devayan, Sigulai, Pakpak, Haloban, Lekon dan Nias



-Agama : Islam (99,85%) dan Kristen (0,15%)

-Bahasa : Aceh,Gayo,Aneukjame,Singil, Alas, Tamiang, Jawa, Kluet, Devayan, Sigulai, Pakpak, Haloban,Lekon, Nias dan Bahasa Indonesia

Aceh mempunyai kekayaan sumber alam seperti minyak bumi dan gas alam. Sumber alam itu terletak di Aceh Utara dan Aceh Timur. Aceh juga terkenal dengan sumber hutannya, yang terletak di sepanjang jajaran Bukit Barisan, dari KutacaneAceh TenggaraSeulawahAceh Besar, sampai Ulu Masen di Aceh Jaya. Sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) juga terdapat di Aceh Tenggara. 

Pariwisata


Peta Aceh

Sejarah

Pada zaman kekuasaan zaman Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam, Aceh merupakan negeri yang amat kaya dan makmur. Menurut seorang penjelajah asal Perancis yang tiba pada masa kejayaan Aceh di zaman tersebut, kekuasaan Aceh mencapai pesisir barat Minangkabau hingga Perak. Kesultanan Aceh telah menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan di dunia Barat padaabad ke-16, termasuk InggrisOttoman, dan Belanda.
Kesultanan Aceh terlibat perebutan kekuasaan yang berkepanjangan sejak awal abad ke-16, pertama dengan Portugal, lalu sejak abad ke-18 denganBritania Raya(Inggris) dan Belanda. Pada akhir abad ke-18, Aceh terpaksa menyerahkan wilayahnya di Kedah dan Pulau Pinang di Semenanjung Melayu kepada Britania Raya.
Pada tahun 1824Persetujuan Britania-Belanda ditandatangani, di mana Britania menyerahkan wilayahnya di Sumatra kepada Belanda. Pihak Britania mengklaim bahwa Aceh adalah koloni mereka, meskipun hal ini tidak benar. Pada tahun1871, Britania membiarkan Belanda untuk menjajah Aceh, kemungkinan untuk mencegah Perancis dari mendapatkan kekuasaan di kawasan tersebut.

Kesultanan Aceh

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kesultanan Aceh
Kesultanan Aceh merupakan kelanjutan dari Kesultanan Samudera Pasai yang hancur pada abad ke-14. Kesultanan Aceh terletak di utara pulauSumateradengan ibu kota Kutaraja (Banda Aceh). Dalam sejarahnya yang panjang itu (1496 - 1903), Aceh telah mengukir masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama karena kemampuannya dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, hingga kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.

Perang Aceh



Teuku Umar

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perang Aceh
Perang Aceh dimulai sejak Belanda menyatakan perangterhadap Aceh pada 26 Maret1873 setelah melakukan beberapa ancaman diplomatik, namun tidak berhasil merebut wilayah yang besar. Perang kembali berkobar pada tahun 1883, namun lagi-lagi gagal, dan pada 1892dan 1893, pihak Belanda menganggap bahwa mereka telah gagal merebut Aceh.
DrChristiaan Snouck Hurgronje, seorang ahli yang berpura-pura masuk Islam dari Universitas Leiden yang telah berhasil mendapatkan kepercayaan dari banyak pemimpin Aceh, kemudian memberikan saran kepada Belanda agar serangan mereka diarahkan kepada para ulama, bukan kepada sultan. Saran ini ternyata berhasil. Pada tahun1898Joannes Benedictus van Heutsz dinyatakan sebagai gubernur Aceh, dan bersama letnannya, Hendrikus Colijn, merebut sebagian besar Aceh.
Sultan M. Dawud akhirnya meyerahkan diri kepada Belanda pada tahun 1903setelah dua istrinya, anak serta ibundanya terlebih dahulu ditangkap oleh Belanda. Kesultanan Aceh akhirnya jatuh pada tahun 1904. Saat itu, Ibukota Aceh telah sepenuhnya direbut Belanda. Namun perlawanan masih terus dilakukan oleh Panglima-panglima di pedalaman dan oleh para Ulama Aceh sampai akhirnya jepang masuk dan menggantikan peran belanda.
Perang Aceh adalah perang yang paling banyak merugikan pihak belanda sepanjang sejarah penjajahan Nusantara.

Masa penjajahan

Bangkitnya nasionalisme

Replika pesawat Dakota RI-001 Seulawahsumbangan rakyat Aceh di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh
Sementara pada masa kekuasaan Belanda, bangsa Aceh mulai mengadakan kerjasama dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia dan terlibat dalam berbagai gerakan nasionalis dan politik. Aceh kian hari kian terlibat dalam gerakan nasionalis Indonesia. Saat Volksraad (parlemen) dibentuk, Teuku Nyak Arifterpilih sebagai wakil pertama dari Aceh. (Nyak Arif lalu dilantik sebagai gubernur Aceh oleh gubernur Sumatra pertama, Moehammad Hasan).
Saat Jepang mulai mengobarkan perang untuk mengusir kolonialis Eropa dari Asia, tokoh-tokoh pejuang Aceh mengirim utusan ke pemimpin perang Jepang untuk membantu usaha mengusir Belanda dari Aceh. Negosiasi dimulai di tahun 1940. Setelah beberapa rencana pendaratan dibatalkan, akhirnya pada 9 Februari 1942 kekuatan militer Jepang mendarat di wilayah Ujong Batee, Aceh Besar. Kedatangan mereka disambut oleh tokoh-tokoh pejuang Aceh dan masyarakat umum. Masuknya Jepang ke Aceh membuat Belanda terusir secara permanen dari tanah Aceh.
Awalnya Jepang bersikap baik dan hormat kepada masyarakat dan tokoh-tokoh Aceh, dan menghormati kepercayaan dan adat istiadat Aceh yang bernafaskan Islam. Rakyat pun tidak segan untuk membantu dan ikut serta dalam program-program pembangunan Jepang. Namun ketika keadaan sudah membaik, pelecehan terhadap masyarakat Aceh khususnya kaum perempuan mulai dilakukan oleh personil tentara Jepang. Rakyat Aceh yang beragama Islam pun mulai diperintahkan untuk membungkuk ke arah matahari terbit di waktu pagi, sebuah perilaku yang sangat bertentangan dengan akidah Islam. Karena itu pecahlah perlawanan rakyat Aceh terhadap Jepang di seluruh daerah Aceh. contoh yang paling terkenal adalah perlawanan yang dipimpin oleh Teungku Abdul Jalil, seorang ulama dari daerah Bayu, dekat Lhokseumawe.

Masa Republik Indonesia

Sejak tahun 1976, organisasi pembebasan bernama Gerakan Aceh Merdeka(GAM) telah berusaha untuk memisahkan Aceh dari Indonesia melalui upaya militer. Pada 15 Agustus2005, GAM dan pemerintah Indonesia akhirnya menandatangani persetujuan damai sehingga mengakhiri konflik antara kedua pihak yang telah berlangsung selama hampir 30 tahun.
Pada 26 Desember2004, sebuah gempa bumi besar menyebabkan tsunami yang melanda sebagian besar pesisir barat Aceh, termasuk Banda Aceh, dan menyebabkan kematian ratusan ribu jiwa.
Di samping itu, telah muncul aspirasi dari beberapa wilayah Aceh, khususnya di bagian barat, selatan dan pedalaman untuk memisahkan diri dari Aceh dan membentuk provinsi-provinsi baru.


Darul Islam / Tentara Islam Indonesia

Gerakan Aceh Merdeka

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Gerakan Aceh Merdeka
Pasca Gempa dan Tsunami 2004, yaitu pada 2005, Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka sepakat mengakhiri konflik di Aceh. Perjanjian ini ditandatangani di Finlandia, dengan peran besar daripada mantan petinggi Finlandia, Martti Ahtisaari.
Pahlawan
Bangsa Aceh merupakan bangsa yang gigih dalam mempertahankan kemerdekaannya. Kegigihan perang bangsa Aceh, dapat dilihat dan dibuktikan oleh sejumlah pahlawan (baik pria maupun wanita), serta bukti-bukti lainnya (empat jenderal Belanda tewas dalam perang Aceh, serta kuburan Kerkhoffyang pernah mencatat rekor sebagai kuburan Belanda terluas di luar Negeri Belanda).


Tokoh Asal Aceh

Lihat pula Suku Aceh untuk tokoh-tokoh yang bukan berasal dari provinsi Aceh namun berketurunan Aceh.


Kependudukan

Suku bangsa

Provinsi Aceh memiliki 13 suku asli, yaitu: AcehGayoAneuk JameeSingkilAlas,TamiangKluetDevayanSigulai,PakpakHalobanLekon dan Nias.
Hasil sensus penduduk tahun 2000 menunjukkan hasil sebagai berikut: Aceh(50,32%), Jawa (15,87%), Gayo (11,46%), Alas (3,89%), Singkil (2,55%), Simeulue(2,47%), Batak (2,26%), Minangkabau(1,09%), Lain-lain (10,09%).

Bahasa


Kamus Bahasa Aceh - Indonesia
Provinsi Aceh memiliki 13 buah bahasa asli yaitu bahasa Aceh,GayoAneuk JameeSingkilAlasTamiangKluetDevayan,Sigulai,PakpakHalobanLekon dan Nias.

Agama
Sebagian besar penduduk di Aceh menganut agama Islam. Dari ke 13 suku asli yang ada di Aceh hanya suku Nias yang tidak semuanya memeluk agama Islam.
Agama lain yang dianut oleh penduduk di Aceh adalah agama Kristen yang dianut oleh pendatang suku Batak dan sebagian warga Tionghoa yang kebanyakan bersuku Hakka. Sedangkan sebagian lainnya tetap menganut agama Konghucu.
Selain itu provinsi Aceh memiliki keistimewaan dibandingkan dengan provinsi yang lain, karena di provinsi ini Syariat Islam diberlakukan kepada sebagian besar warganya yang menganut agama Islam.

Pendidikan

Dalam hal pendidikan, sebenarnya provinsi ini mendapatkan status Istimewa selain dari D.I. Yogyakarta. Namun perkembangan yang ada tidak menunjukkan kesesuaian antara status yang diberikan dengan kenyataannya. Pendidikan di Aceh dapat dikatakan terpuruk. Salah satu yang menyebabkannya adalah konflik yang berkepanjangan dan penganaktirian dari RI, dengan sekian ribu sekolah dan institusi pendidikan lainnya menjadi korban. Pada UAN (Ujian Akhir Nasional) 2005 ada ribuan siswa yang tidak lulus dan terpaksa mengikuti ujian ulang.

Aceh juga memiliki sejumlah Perguruan Tinggi Negeri seperti
Aceh juga memiliki beberapa Universitas/Akademi Swasta seperti;
dll



Sejarah Perkembangan Islam di daerah Aceh

Keterangan Marco Polo yang singgah di Perlak pada tahun 1292 menyatakan bahwa negeri itu sudah menganut agama Islam. Begitu juga Samudera-Pasai, berdasarkan makam yang diketemukan di bekas kerajaan tersebut dan berita sumber-sumber yang ada seperti yang sudah kita uraikan bahwa kerajaan ini sudah menjadi kerajaan Islam sekitar 1270.
Tentang sejarah perkembangan Islam di daerah Aceh pada zaman-zaman permulaan itu petunjuk yang ada selain yang telah kita sebutkan pada bagian-bagian yang lalu ada pada naskah-naskah yang berasal dari dalam negeri sendiri seperti Kitab Sejarah Melayu, Hikayat Raja-Raja Pasai. Menurut kedua kitab tersebut, seorang mubaligh yang bernama Syekh Ismail telah datang dari Mekkah sengaja menuju samudera untuk mengislamkan penduduk di sana. Sesudah menyebarkan agama Islam seperlunya, Svekh Ismail pun pulang kembali ke Mekkah. Perlu uga disebutkan di sini bahwa dalam kedua kitab ini disebutkan pula negeri-negeri lain di Aceh yang turut diislamkan, antara lain: Perlak, Lamuri, Barus dan lain-lain.
Berdasarkan keterangan kedua sumber itu dapatlah diperkirakan bahwa sebagian tempat-tempat di Aceh, terutama tempat-tempat di tepi pantai telah memeluk agama Islam. Berita-berita Cina ada juga yang menyebutkan bahwa raja dan seluruh rakyat negeri Aru yang di kemudian hari termasuk bagian dari Aceh adalah penganut-penganut agama Islam. I emikian pula Malaka yang pada awal abad XV terus menjadi ramai, akhirnya menjadi kerajaan Islam pula, bahkan setelah itu menjadi pusat syi'ar Islam ke seluruh Asia Tenggara dan melalui Malaka pula agama Islam kemudian masuk dan berkembang ke seluruh Indonesia sehingga pada awal abad ke-15 hampir di setiap tempat di kepulauan Indonesia sudah terbentuk masyarakat-masyarakat Islam. Islam yang masuk ke Aceh khususnya dan Indonesia umumnya pada mulanya mengikuti jalan-jalan dan kota-kota dagang di pantai, kemudian barulah menyebar ke pedalaman. Para pedagang dan mubaligh telah memegang peranan penting dalam penyebaran agama Islam.

Referensi
  1. ^ "Perpres No. 6 Tahun 2011". 17 Februari 2011. Diakses pada 23 Mei 2011.
  2. ^ Sensus Penduduk 2010
  3. ^ http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=6474:aceh-gelar-kongres-Suku-daerah&catid=13:aceh&Itemid=26
  4. ^ http://www.rakyataceh.com/index.php?open=view&newsid=3337
  5. ^ http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=6474:aceh-gelar-kongres-bahasa-daerah&catid=13:aceh&Itemid=26
  6. ^ http://www.rakyataceh.com/index.php?open=view&newsid=3337
  7. ^ Jumlah kabupaten di Aceh menurut "Aceh dalam Angka", 2010, Badan Pusat Statistik Aceh
  8. ^ Jumlah kota di Aceh menurut "Aceh dalam Angka", 2010, Badan Pusat Statistik Aceh
  9. ^ Jumlah kecamatan di Aceh menurut "Aceh dalam Angka", 2010, Badan Pusat Statistik Aceh
  10. ^ Jumlah gampong/kelurahan di Aceh menurut "Aceh dalam Angka", 2010, Badan Pusat Statistik Aceh
  11. ^ Peraturan Gubernur Aceh Nomor 46 Tahun 2009 tentang Penggunaan Sebutan Nama Aceh dan Gelar Pejabat Pemerintahan dalam Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Aceh tertanggal 7 April 2009, dalam Pergub tersebut ditegaskan bahwa sebutan Daerah Otonom, Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Nomenklatur dan Papan Nama Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA), Titelatur Penandatangan, Stempel Jabatan dan Stempel Instansi dalam Tata Naskah Dinas di lingkungan Pemerintah Aceh, diubah dan diseragamkan dari sebutan/nomenklatur "Nanggroe Aceh Darussalam" ("NAD") menjadi sebutan/nomenklatur "Aceh". Ini dilakukan sambil menunggu ketentuan dalam Pasal 251 UU Pemerintahan Aceh yang menyatakan bahwa nama Aceh sebagai provinsi dalam sistem NKRI, akan ditentukan oleh DPRA hasil Pemilu 2009. Lihat pula http://www.acehprov.go.id/
  12. ^ Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
  13. ^ Kawilarang, Harry: Aceh dari Sultan Iskandar Muda ke Helsinki, Bandar Publishing, Banda Aceh-Cet. III, 2010
  14. ^ ibid
  15. ^ Indonesia's Population: Ethnicity and Religion in a Changing Political Landscape. Institute of Southeast Asian Studies. 12 Mei 2003. ISBN 9812302123.
  16. ^ Ramli, Affan: Merajam Dalil Syariat, Bandar Publishing, Cet-1, 2010
  17. ^ ibid
  18. ^ Shadiqin, Sehat Ihsan: Tasawuf Aceh, Bandar Publishing, Cet-II, 2009.
  19. ^ Azra, Azyumardi: Jaringan Ulama Timur Tengah dan Nusantara, Jakarta, Prenata Media, 2006
  20. ^ Shadiqin, Sehat Ihsan (2009)
  21. ^ Ibid
  22. ^ a b Partai Aceh dan Demokrat Kuasai Kursi DPRA dan DPR. Media Indonesia. Edisi daring 4-5-2009. Diakses 4-5-2009.
  23. ^ Hasil perolehan suara DPD Provinsi NAD.
  24. ^ "http://www.gemari.or.id/file/gemari71hal42.PDF".


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sumber:.



 Zakaria Ahmad. 2009. Aceh (Zaman Prasejarah & Zaman Kuno). Pena : Banda Aceh. hal. 99-103